Hukum Berbangga & Sombong Dengan Bangunan atau Urusan Dunia
Hukum Berbangga & Sombong Dengan Bangunan atau Urusan Dunia
Makna Saling Meninggikan Bangunan
Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalani rahimahullah dalam Fathul Bari:
معنى التطاول في البنيان أن كلا ممن كان
يبني بيتا يريد أن يكون ارتفاعه أعلى من ارتفاع الآخر، ويحتمل أن يكون
المراد المباهاة به في الزينة والزخرفة أو أعم من ذلك،
“Makna saling meninggikan bangunan:
yaitu masing-masing orang yang membangun rumah ingin tinggi rumahnya
melebihi yang lain, atau mungkin maksudnya berbangga dari sisi hiasan
dan keindahannya atau lebih umum dari itu.”
Celaan Berlomba-lomba dalam Masalah Bangunan
Al-Lajnah Ad-Daimah Menjelaskan:
Imam Muslim meriwayatkan dalam shahihnya
dari Umar bin Al-Khaththab radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam. Beliau bersabda sebagai jawaban kepada pertanyaan
Malaikat Jibril tentang tanda hari kiamat:
وأن ترى الحفاة العراة العالة رعاء الشاه يتطاولون في البنيان
“Engkau melihat orang yang tak beralas kaki, tak menutupi aurat, miskin, pengembala kambing tinggi-tinggian dalam bangunan.”
Ini adalah hadits yang shahih, yang
mengandung pelajaran: celaan saling meninggikan bangunan. Para ulama
membawakan hal ini kepada makna: membangun untuk tujuan berbangga,
bersaing, foya-foya, dan berlebih-lebihan. Hal ini ditunjukkan dalam
kalimat “saling tinggi-tinggian” mengandung sikap membebani diri dan
persaingan, perlombaan.
Adapun meninggikan bangunan dan
memperbanyak bangunan untuk menyediakan tempat tinggal bagi orang-orang
yang butuh atau para pegawai dan semisalnya, atau untuk disewakan dan
semisalnya, maka tidak mengapa.
Abdul Aziz Bin Baz, Abdurrazaq Afifi, Abdullah bin Ghudyan, Abdullah bin Qu’ud
Abdul Aziz Bin Baz, Abdurrazaq Afifi, Abdullah bin Ghudyan, Abdullah bin Qu’ud
(Fatwa Al-Lajnah Ad-Daimah Edisi Pertama Jilid 4 hal 486 – versi Al-Maktabah Asy-Syamilah)
Al-Lajnah menambahkan di tempat lain:
Celaan orang yang melakukan hal itu
untuk berbangga, berlebih-lebihan dan membuang-buang harta. Ini
berbeda-beda sesuai dengan kondisi, person, tempat dan masanya.
… Maksud (hadits): orang-orang rendahan
menjadi para tokoh dan hartanya menjadi banyak, sampai mereka berbangga
dengan tingginya bangunan, hiasannya dan kekokohan (kemegahan)nya.
… Adapun jika bangunan itu tinggi untuk
tujuan yang syar’i, seperti menyediakan tempat tinggal untuk orang-orang
yang membutuhkan, atau untuk sebagai usaha (mencari penghasilan), atau
karena banyak tanggungannya, dan semisalnya. Maka yang nampak bagi kami
itu tidak mengapa. Perkara itu sesuai dengan niatnya. Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam bersabda:
إنما الأعمال بالنيات وإنما لكل امرئ ما نوى
”Sesungguhnya amal perbuatan itu dengan niat-niatnya, dan setiap orang mendapatkan apa yang ia niatkan.” (HR Al-Bukhari dan Muslim dalam Ash-Shahihain dari Umar bin Al-Khaththab radhiyallahu ‘anhu.)
إنما الأعمال بالنيات وإنما لكل امرئ ما نوى
”Sesungguhnya amal perbuatan itu dengan niat-niatnya, dan setiap orang mendapatkan apa yang ia niatkan.” (HR Al-Bukhari dan Muslim dalam Ash-Shahihain dari Umar bin Al-Khaththab radhiyallahu ‘anhu.)
Abdurrazaq Afifi, Abdullah bin Ghudyan, Abdullah bin Mani’
(Fatwa Al-Lajnah Ad-Daimah Edisi Pertama Jilid 4 hal 490 – versi Al-Maktabah Asy-Syamilah)
Adakah Pahala Membuat Bangunan dan Hukum Berhutang Untuk Membangun
Syaikh Muhammad Bin Shalih Al Utsaimin Rahimahullah:
Khabbab bin al arat radhiyallahu ‘anhu mengabarkan bahwa nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Sesungguhnya manusia akan diberi pahala
atas segala sesuatu yang dia belanjakan kecuali sesuatu yang dia
jadikan dalam masalah tanah.” maksudnya: bangunan.
Karena bangunan kalau seorang membatasi sesuai yang mencukupinya, maka dia tidak akan butuh kepada biaya yang besar.
Dia dibuatkan satu kamar yang
mencukupinya dan keluarganya, seperti nabi -padahal beliau orang yang
paling mulia terhormat- rumah beliau hanya satu kamar, kamar yang satu
untuk beliau dan istrinya. Tidak lebih dari itu. Ketika hendak buang
hajat, mereka keluar keluar ke al-khala dan memenuhi kebutuhan mereka di
sana.
Namun manusia mengalami perkembangan.
Dan termasuk tanda hari kiamat: engkau melihat orang yang tidak pakai
alas kaki, tak menutupi aurat, lagi miskin saling berbangga-banggaan
dengan bangunan. Berlomba dalam masalah bangunan baik dari sisi tinggi
(tingkat)nya ke atas, atau menghiasinya.
Harta yang dia gunakan dalam masalah bangunan tidak diberi pahala seseorang atasnya. Kecuali bangunan:
– yang dia jadikan untuk tempat tinggal orang miskin
– yang hasilnya dia jadikan di jalan Allah,
– atau yang semisalnya.
Maka ini yang diberi pahala.
– yang dia jadikan untuk tempat tinggal orang miskin
– yang hasilnya dia jadikan di jalan Allah,
– atau yang semisalnya.
Maka ini yang diberi pahala.
Tetapi bangunan yang mereka tinggali,
tidak ada pahala atasnya. Bahkan kadang jika seorang berlebihan pada
bangunan, dia akan mendapatkan dosa. Seperti yang dilakukan orang fakir
miskin sekarang.
Sekarang di sekitar kita orang-orang
miskin berhutang, seorang dari mereka, sampai masa (pembayaran tempo) 10
tahun, 15 tahun. Jika temponya panjang sampai 20 tahun, hanya untuk
menghiasi bangunannya dengan batu hiasan yang indah, atau untuk memberi
lengkungan, atau balkon, atau yang semisalnya. Padahal dia miskin. Dia
melakukan perbuatan yang dilarang ini, dan berhutang, sehingga dirinya
mempunyai banyak hutang.
Adapun bangunan yang ukurannya biasa,
yaitu kalau orang-orang biasa dengan bangunan tertentu, dan seseorang
ingin membangun bangunan yang sesuai dengan kebiasaan (masyarakatnya)
dan yang lapang untuk keluarganya tanpa berlebihan, tanpa berhutang,
maka ini tidak mengapa. Tidak berdosa insya allah.
Sumber: Syarah Riyadhussalihin Bab Karahiyyah Tamanniy Al-Maut
Kesombongan dalam Masalah Dunia
Syaikh Rabi bin Hadi Al-Madkhali hafizhahullah berkata:
Bersaing (berlomba) dalam masalah dunia
sering menyeret pada kesombongan. Kesombongan yang muncul dari saling
meninggikan bangunan ini yang akan dihisab. Barakallahu fikum. Dia
merasa lebih dari manusia dengan dirinya, merasa lebih tinggi atas
mereka, dan seterusnya.
Jika bangunan ini untuk berbangga, maka dia berdosa.
Seorang membeli seekor kuda yang dia
maksudkan dia persiapkan di jalan Allah. Maka ini diberi pahala. Seorang
membeli seekor kuda, dia maksudkan untuk dia gunakan atau manfaatkan
atau dia pinjamkan kepada orang lain, ini dimaafkan. Orang lainnya
membeli kuda untuk bersombong dan berbangga, ini yang dosa.
Demikian juga dengan bangunan, jika dia
bangun satu rumah untuk menutupinya; ini boleh. Namun jika dia
membangunnya untuk berbangga, merasa lebih, sombong; ini yang berdosa.
Karena muncul pada dirinya rasa sombong bukan karena sekedar dia
membangun.
(Fatawa Al-Aqidah Wal-Manhaj Syaikh Rabi, www.rabee.net/ar/questions.php?cat=21&id=136)
Nasehat
Syaikh Rabi bin Hadi Al-Madkhali hafizhahullah memberikan nasehat:
“Yang lebih utama dan lebih terjaga
seorang mukmin hidup dalam batas cukup (sesuai kebutuhan), baik dalam
bangunannya, pakaiannya, makannya, minumnya. Jika Allah memberinya
(kelebihan) harta, hendaknya menginfakkan sebagiannya. Karena
“orang-orang yang berlebihan (dunianya), nantinya merekalah orang-orang
yang tersedikit pada hari kiamat, kecuali mereka yang memberi kesana
kemari, dan usahanya halal.” Sebagaimana dikatakan Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Allah juga berfirman:
وَالَّذِينَ يَكْنِزُونَ الذَّهَبَ وَالْفِضَّةَ وَلَا يُنفِقُونَهَا فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَبَشِّرْهُم بِعَذَابٍ أَلِيمٍ
“Dan orang-orang yang menumpuk-numpuk
emas dan perak dan tidak menafkahkannya di jalan Allah, maka
beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang
pedih.”(QS. At-Taubah: 34)
(Fatawa Al-Aqidah Wal-Manhaj Syaikh Rabi, www.rabee.net/ar/questions.php?cat=21&id=136)
http://sunnah.web.id/hukum-berbangga-sombong-dengan-bangunan-atau-urusan-dunia/
Tidak ada komentar: